STIGMA DISABILITAS DALAM PERSPEKTIF ORANG TUA ANAK DIFABEL DI YOGYAKARTA

Stigma merupakan fenomena kehidupan sehari-hari (everyday life) yang merepresentasikan perbedaan sudut pandang, nilai, standar dan ideologi yang dianut masing-masing individu. Stigma juga merupakan seperangkat atribut yang dikonstruksi baik secara personal maupun sosial dan terjalin melalui hubungan relasional antar individu satu dengan lainnya. Berbicara tentang stigma bukanlah hal yang mudah, terlebih ketika dikaitkan dengan isu persoalan disabilitas. Banyak orang tua anak difabel memilih diam sehingga berdampak pada penguatan stigmatisasi yang terjadi. Alasan ini melatarbelakangi penulis untuk mengangkat dan menyuarakan kembali bentuk stigma beserta komponen pembangunnya dari pengalaman yang pernah dirasakan orang tua. Kemudian dinamika respon terhadap kondisi disabilitas yang dialami anak serta strategi coping yang dilakukan orang tua sebagai upaya destigmatisasi. Penelitian ini adalah penelitian jenis lapangan dengan sifatnya deskriptifkualitatif dan menggunakan pendekatan psikososial. Subjek yang terpilih sebanyak sepuluh orang tua (Ibu/Ayah) yang diambil secara sengaja sesuai kriteria yang telah ditentukan penulis (purposive sampling). Teknik pengumpulan data dihimpun melalui observasi, wawancara hingga dokumentasi. Hasil data kemudian dianalisis melalui seleksi, reduksi, koding, display dan verifikasi. Penulis merujuk pada teori stigma dan coping Goffman sebagai kacamata utama dalam membaca penelitian stigma disabilitas yang didukung dengan pengembang teori lainnya dari Lazarus & Folkman dan teori sistem keluarga Minuchin. Hasil temuan dalam penelitian ini disimpulkan dalam beberapa poin, pertama, bentuk stigma yang dialami orang tua berupa self-stigma dan courtesy stigma yang dibangun melalui dominasi unsur labelling. Kemudian bentuk stigma struktural dan provider-based stigma yang seringkali menyebabkan tindak diskriminasi serta stigma publik yang menjadi bagian dari generalisasi prejudis. Kedua, dinamika transisi respon/reaksi penolakan menuju penerimaan orang tua terhadap kondisi disabilitas anak. Ketiga, cara-cara penanganan orang tua dalam menghadapi stigmatisasi yang dialami baik dengan manajerial sumber emosi melalui passing-covering dan penyelesaian berbasis pemecahan masalah (problem-solving). Semuanya merupakan bagian dari adaptasi diri yang melibatkan perubahan perilaku dan aksi kognitif untuk menekan sumber stressor stigma. Keempat, kemampuan orang tua dalam melakukan coping tidak lepas dari faktor yang melatarbelakanginya seperti dukungan kolektif sistem keluarga dan nilai spiritualitas orang tu