RESEPSI AL-QUR’AN DALAM TRADISI MAPPANRE TEMME’ (STUDI LIVING QUR’AN DI KELURAHAN BULOA, KECAMATAN TALLO, KOTA MAKASSAR, SULAWESI SELATAN)

Islamisasi di Sulawesi Selatan telah melahirkan berbagai macam praktik keagamaan yang dihasilkan melalui perpaduan antara budaya lokal dan unsurunsur dari Islam itu sendiri. Salah satu praktik keagamaannya yaitu tradisi mappanre temme’. Tradisi mappanre temme’ yaitu tradisi upacara perayaan khataman al-Qur’an yang dilakukan oleh seorang anak yang telah mengkatamkan al-Qur’an. Tradisi Mappanre Temme’ merupakan sebuah tradisi yang terbentuk melalui proses islamisasi di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kerajaan Gowa pada abad XVII M. Tradisi tersebut hadir setelah terbentuknya parewa syara’ (lembaga sara’) sebagai suatu lembaga yang khusus dalam bidang pendidikan dasar al- Qur’an pada saat itu. penelitian ini mengambil titik fokus tentang tradisi mappanre temme’ di Kelurahan Buloa Kecamatan Tallo Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Sosiologi Pengetahuan dari Peter L Berger dan Thomas Luckman, yang terdiri dari tiga proses, yaitu: eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Adapun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi mappanre temme’ di Sulawesi Selatan sampai saat ini masih terus dilaksanakan, meskipun terjadi perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut sangat wajar terjadi karena disebabkan pemahaman keagamaan masing-masing individu dan metode pembelajaran al-Qur’an yang digunakan. Sehingga tradisi tersebut, yang mulanya merupakan tradisi yang dilaksanakan secara khusus, kini telah dipadukan dan digabungkan dengan tradisi-tradisi lainnya, dan yang paling umum dilaksanakan bersamaan dengan dilaksanakannya acara mappacci, suatu rangkaian dalam ritual penikahan. Adapun sumber pengetahuan masyarakat mengenai tradisi tersebut, diperoleh melalui cerita-cerita dari orang tua serta merujuk dari sumber al-Qur’an dan hadis. Pemahaman dan pemaknaan dari tradisi mappanre temme’ jika dibaca dengan menggunakan teori sosiologi pengetahuan Peter L Berger dan thomas Luckmann maka hal tersebut dapat dilihat melalui tiga tahap, yaitu ekternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Pada tahap eksternalisasi, masyarakat suku Bugis- Makassar baru melalui proses adaptasi terhadap agama Islam. Kemudian dibentuklah parewa sara’ yang bertugas untuk mengurus bidang keagamaan, salah satunya terkait pendidikan agama dan pengajaran al-Qur’an. Dari sanalah kemudian tradisi mappanre temme’ lahir dan mulai dilaksanakan oleh masyarakat Bugis-Makassar hingga saat ini. Kemudian, pada proses obyektivasi masyarakat akan mencari dasar legitimasi atas tradisi tersebut sehingga menjadi suatu realitas yang nyata dan obyektif serta dilakukan secara terus menerus. Proses yang terjadi secara terus menerus tersebut menghasilkan sebuah pandangan dan makna personal bagi setiap individu yang melaksanakan tradisi tersebut, itulah yang dinamakan proses internalisasi