GUGATAN DEBITOR WANPRESTASI TERHADAP NOTARIS PEMBUAT AKTA PERJANJIAN KREDIT (Studi Kasus di PT BPR Restu Artha Makmur Semarang)

Pada proses perdata tidak jarang notaris didudukan sebagai tergugat, meski ini sebagai upaya yang dipaksakan. Dipaksakannya mendudukan notaris sebagai Tergugat adalah sebagai upaya untuk memaksa notaris berbicara seputar aktanya yang sekarang menjadi alat bukti dalam proses peradilan. Semua gugatan yang dimasukkan dan yang diproses dalam persidangan di pengadilan sangat tergantung kepada bukti-bukti yang dikemukakan oleh pihak yang berperkara, karena hal ini akan memberikan suatu keyakinan kepada Hakim dalam menilai dan memutuskan perkara yang diajukan kepadanya. Dengan demikian dapat diketahui apakah notaris bersalah atau tidak. Dalam penelitian ini hal yang dipermasalahkan penggugat adalah Latar belakang notaris sampai digugat debitor yang wanprestasi dan bagaimana tanggungjawab notaris terhadap akta perjanjian kredit yang dibuat. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan metode pengolahan data dilakukan secara kualitatif sehingga menghasilkan data yang bersifat deskriftif analitis. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa gugatan perdata yang ditujukan kepada notaris adalah pada saat pembacaan akte oleh Notaris, tidak menyebut nama notarisnya, setelah penandatanganan addendum kredit ini pihak Penggugat tidak pernah menerima salinan akte perjanjian Kredit dan Pengakuan Hutang serta Addendum Kredit, ketika Penggugat meminta salinan Akte ke Kantor dan ternyata akte Notaris itu dibuat oleh Notaris lain. Dengan demikian apabila gugatan ini dikabulkan, maka merupakan akte dibawah tangan