MISTIFIKASI BUDAYA POPULER KOREA SELATAN DI INDONESIA (Studi Teks Media Audio Visual Televisi Korean Wave Pada Salah Satu Fanbase Boyband Korea Selatan)

Gelombang Hallyu atau Korean Wave tengah menjadi fenomena yang menyita banyak perhatian orang-orang sebagai sebuah fenomena kebudayaan populer. Korea Selatan mengkomodifikasikan kesempatan ini menjadi sebagai sebuah komoditas global melalui musik, drama serta program tayangan lainnya sebagai usaha pertukaran budaya dan aktivitas ekonomi serta menciptakan citra negara. Indonesia tidaklah luput dari pengaruh hallyu yang salah satunya terlihat dari adanya aktivitas penggemar yang membagikan informasi idola yang disebut dengan fanbase. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena mistifikasi yang terjadi dan manfaatnya menambah kajian di bidang postmodern dan postrukturalisme. Metode yang digunakan adalah Critical Discourse Analysis (CDA) Fairclough yang menguraikan analisis pada level teks (deskripsi teks), praktik wacana (interpretasi proses) dan sosiokultural (eksplanasi sosial). Teks yang dianalisis adalah drama Korea, musik Korea, dan reality show Korea Selatan. Teks yang telah dianalisis kemudian dihubungkan dengan Teori Simulasi, Simulakra dan Hiperrealitas Postmodern oleh Jean Baudrillard serta dihubungkan dengan Teori Postkolonialisme Hibriditas yang dinyatakan oleh Homi K. Bhabha. Berdasarkan hasil temuan analisis menunjukkan bahwa hallyu sebagai sebuah kebudayaan populer berasal dari sebuah liyan, hasil identifikasi dari budaya populer sekitar dan perpaduan dari nilai-nilai konfusius serta perubahan masyarakat kontemporer Korea Selatan. Proses identifikasi yang terus berulang serta rangkaian praktik diskursif produksi dan konsumsi hallyu menyebabkan ia menjelma menjadi sebuah hiperrealitas dan kekuatan postkolonial sebagai bentuk manifestasi kebudayaan populer. Hallyu berkembang sedemikian rupa hasil dari hibriditas nilai-nilai konfusius dan nilai-nilai budaya populer yang telah berkembang terlebih dahulu. Pada akhirnya hallyu tidaklah jauh berbeda dengan budaya populer lainnya yang tersusun dari wacana-wacana diskursus