STUDI KOMPARASI KEWENANGAN LEMBAGA PRAPERADILAN (KUHAP) DENGAN LEMBAGA HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN (RUU KUHAP) PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA

Praperadilan berfungsi sebagai sarana pengawasan terhadap tindakan kepolisian dalam hal penyidikan maupun kejaksaan dalam hal penuntutan di dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Pengawasan tersebut bertujuan memberikan perlindungan terhadap hak asasi tersangka atau terdakwa. Dalam praktiknya, lembaga praperadilan dianggap tidak sesuai dengan KUHAP dan juga memiliki banyak kelemahan serta kekurangan. Dengan hadirnya RUU KUHAP, terdapat suatu gagasan bahwa terdapat peralihan dari lembaga praperadilan menjadi Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang memiliki wewenang lebih luas dari lembaga praperadilan. Sehingga dengan adanya HPP ini menjadi sangat penting dalam mewujudkan Sistem Peradilan Pidana yang fair, importal dan objektif guna mencegah monopoli kekuasaan, serta arogansi. Pokok permasalahan dalam penelitian ini: pertama, Apa perbedaan dan persamaan antara lembaga Praperadilan dan Hakim pemeriksa pendahuluan (RUU KUHAP), Kedua, Apa kelebihan dan kekurangan Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai upaya pengganti lembaga Praperadilan dalam Perspektif Perlindungan Hak Tersangka. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis diskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, perbedaan kewenangan diantara lembaga praperadilan dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagaimana diatur dalam Pasal 111 RUU KUHAP yang sebelumnya tidak diatur dalam lembaga praperadilan. Mengenai penetapan tersangka yang menjadi wewenang dari praperadilan tidak dimunculkan kembali dalam lembaga HPP hanya saja sudah tertutupi dan termasuk wewenang umum HPP yaitu menguji penyidikan atau penuntutan yang dilakukan dengan tujuan secara sah atau tidak. Sedangkan untuk kelebihan dan kekurangannya, lembaga praperadilan dalam pelaksanaan sidang pemeriksaan bersifat terbuka untuk umum dan untuk pemohon praperadilan disebutkan secara lengkap para pihak yang dapat mengajukan, dibandingkan HPP yang hanya tersangka atau kuasa hukumnya sebagai pihak pemohon. Serta wewenang praperadilan terbatas dan tidak mencakup keseluruhan perlindungan hak tersangka jika dibandingkan dengan HPP yang wewenangnya lebih luas, lembaga praperadilan bersifat pasif dan dalam pembuktiannya terdapat upaya paksa yang hanya bersifat review administrative