KETENTUAN HUKUM KAWIN HAMIL PERSPEKTIF EMPAT MADZHAB DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) : KAJIAN KONSEP DAN ASAS MASLAHAH

Berlatar belakang dari hasil wawancara pra re-search dengan pejabat KUA. Terdapat dua permasalahan besar yang sering terjadi dalam keluarga yaitu talak dan kawin hamil. Dari dua permasalahan besar tersebut, peneliti mengambil salah satunya, yaitu berhubungan dengan kawin hamil, untuk diteliti lebih mendetail dari segi hukum dan kemasalahatan yang hendak diraih. Selain dari hasil wawancara yang melatar belakangi penulisan ini adalah adanya remaja-remaja di kampung halaman terjerat pada kasus kawin hamil luar nikah. Penelitian hukum kawin hamil yang diteliti berlandasakan dua kategori, yaitu hukum kawin hamil menurut empat madzhab dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta kemaslahatan yang hendak diraih dari kedua hukum tersebut. Pembahasan agar tidak melebar kemana-mana, penulisan ini fokus dengan menggunakan teori istislahi. Upaya menggali hukum bertumpu pada nilai dan prinsip-prinsip kemaslahatan yang terkandung dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Imam al-Gazali mengemukakan bahwa maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’. Jenis penelitiananya adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan mengkaji buku-buku yang berhubungan dengan hukum kawin hamil baik buku klasik dari empat madzhab atau kontemporer buku-buku ulama masa sekarang dan dari hasil karya para cendekiawan, selain buku ulama juga mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan hukum KHI. Pendekatannya normatif-filosofis, al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai dasar hukum dan metode ushul fiqh sebagai alat untuk memahami hukum. Adapun analisnya dengan cara menggambarkan kasus-kasus perzinaan kemudian mengumpulkan semua argumen setiap madzhab dan setiap ayat pada pasal KHI, kemudian dikomparasikan antara pendapat satu dengan lainnya sampai mendapatkan satu kesimpulan yang bisa mendatangkan nilai kemaslahatan. Pembahasan pertama penulisan ini tentang hukum kawin hamil menurut empat madzhab dan KHI. Ulama berbeda pendapat dalam memutuskan hukum kawin hamil. Pertama, pendapat yang membolehkan, yaitu ulama Syafi’iyah yang membolehkan secara mutlak sedangkan ulama Hanafiyah membolehkan dengan syarat tidak menggaulinya apabila perempuan tersebut hamil. Kedua, pendapat tidak membolehkan, yaitu ulama Malikiyah dengan memberi syarat harus istibra’ atau lahir dahulu, sedangkan ulama Hanabilah memberi dua syarat yaitu istibra’ dan taubat. KHI memberi solusi dengan membolehkan kawin hamil dengan orang yang menghamili tanpa menunggu kelahiran dan akadnya sah, tidak perlu mengulangi akad setelah kelahiran. Ketentuan hukum setiap madzhab dan KHI berupaya memberikan kemaslahatan baik untuk janin yang dirahim, status laki dan perempuan, nafkah, nama baik keluarga dan masyarakat. Kemaslahatan dari kawin hamil sangat banyak, namun menjadi prioritas adalah maslahah kemurnian nasab dari percampuran nasab. kesimpulannya boleh menikah dengan syarat dia adalah yang menghamili dan tidak ada orang lain yang berhubungan dengan perempuan tersebut serta perkawinan ini benar-benar mendatangkan kemaslahatan lebih besar