PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL PADA SOPIR ANGKOT DENGAN MENGGUNAKAN METODE SUBJECTIVE WORKLOAD ASSESSMENT TECHNIQUE (SWAT) DAN RATING SCALE

Angkutan kota atau angkot merupakan salah satu alat transportasi darat yang banyak diminati oleh masyarakat untuk menempuh tujuan yang diinginkan. Walaupun, keamanan maupun kenyamanan dalam perjalanan diperhatikan antara lain karena ongkos dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, dengan tempat duduk sesuai dengan kapasitas yang ada tetap menjadi pilihan. Akan tetapi, dalam hal ini faktor keamanan seperti kecepatan sopir mengendarai angkot, ketaatan terhadap tata tertib lalu lintas, keamanan terhadap gangguan copet dan premanisme adalah yang lebih diutamakan, karena menyangkut keamanan maupun kenyamanan para penumpangnya. Seperti yang kita ketahui bahwa keselamatan para penumpang angkutan kota atau angkot merupakan tanggungjawab dari pengemudi angkot itu sendiri, dimana pengemudi merupakan operator yang sangat berperan dalam mengemudikan angkot selama perjalanan. Sehingga, banyak dari beberapa kasus kecelakaan lalulintas yang sering terjadi salah satunya disebabkan oleh kelalaian dari pengemudi. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian terhadap pengemudi angutan umum jurusan Cimahi – Leuwi Panjang. Dimana pengukuran beban kerja tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metoda Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) dan Rating Scale. Dimana pada SWAT terdiri dari dua tahapan yaitu Scale Development dan Event Scoring serta pada SWAT terdiri dari tiga dimensi beban kerja yaitu Time Load, Mental Effort Load dan Psychological Stress Load. Sedangkan pada metoda rating scale pengukuran beban kerja dilakukan berdasarkan 10 indikator yaitu Beban Kerja Keseluruhan (OW), Kesulitan Kerja (TD), Tekanan Waktu (TP), Performansi Pribadi (OP), Usaha Fisik (PE), Usaha Mental (ME), Frustasi (FR), Stres (ST), Kelelahan (FA), dan Tipe Aktivitas (AT). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor pada beban kerja pengemudi angkot, mengetahui prioritas beban kerja yang dialami pengemudi angkot, dan mengetahui kategori dari beban kerja mental yang dialami oleh pengemudi angkot. Beban kerja yang paling mempengaruhi beban kerja mental adalah faktor waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan. Setiap besar kecilnya beban kerja mental, dapat berpengaruh pada aktivitas yang dilakukan oleh sopir. Jika seseorang memiliki beban kerja mental rendah maka semua aktivitas yang dilakukan ketika melakukan pekerjaannya akan dapat dilakukan dengan baik. Dari masing-masing faktor menunjukkan sebesar 63,03 % responden lebih mengutamakan faktor waktu (T), 28,41 % responden lebih mengutamakan faktor beban usaha mental (E), dan 8,56 % responden lebih mengutamakan faktor stress (S). Beban kerja mental jika dilihat dari faktor-faktor beban kerja yang ada melalui 3 dimensi pengukuran yaitu Time Load, Mental Effort Load dan Psychological Stress Load secara keseluruhan dari 30 orang sopir yang dijadikan subjek penelitian termasuk pada beban kerja mental Lower Load (beban kerja mental rendah). Sedangkan berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode Rating Scale diperoleh bahwa beban kerja mental sopir angkot jurusan Cimahi – Leuwi Panjang termasuk kedalam kategori Beban Kerja Mental Cukup Tinggi