Kosmik Hamburger

Eksploitasi budaya untuk kepentingan pariwisata telah merubah jargon ’pariwisata untuk Bali’ menjadi ’Bali untuk pariwisata’ tanpa sadar telah mem-bayangi dan mengawasi masyarakatnya. Politik pariwisata juga menempatkan orang Bali dalam sebuah “ruang” dan “saat” dimana ia harus tunduk dan patuh pada aturan pariwisata yang kemudian diperah dengan umpan hamburger. Kuasa hamburger dapat mengubah situasi ruang (tempat) yang serba cepat dan dramatis semisal, perubahan lingkungan alami menjadi kampung yang sibuk, desa menjadi kehidupan kota, kota menjelma menjadi metropolis hingga megapolis. Akhirnya banyak orang Bali menjual tanah mereka untuk bisa membeli hamburger, tetapi jangan lupa banyak migran menjual hamburger untuk membeli tanah Bali. Hamburger telah menjadi simbol dari gaya hidup modern, seperti memiliki paradoks sebagai prestise sekaligus bisa menjadi bom yang sudah terbukti meluluh lantahkan pulau Bali. Ingatan kita masih kuat membekas atas tragedi ledakan bom Bali pada 12 Oktober 2002. Ratusan tubuh gosong di tengah bara api, potongan tubuh-tubuh tercabik berserak di antara puing reruntuhan bangunan. Air mata sanak famili dan keluarga korban, menyisakan kekalahan bagi semua; luka, kematian dan terkoyaknya nilai kemanusiaan. Akibatnya, di segala lini Bali menjadi ambruk sekali, terutama sektor pariwisata